BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 23 Juni 2009

NILAI MUSIK SEBAGAI KARYA SENI

Berbagai sambutan dari pembaca ternyata sangat
menggirangkan. Diluar dugaan saya semula, jumlah orang Indonesia
yang menaruh minat atas musik klasik ternyata cukup banyak. Ini
memberi dorongan buat saya untuk lebih banyak menyumbangkan
pengetahuan dan pengalaman saya guna mengangkat taraf kebudayaan
musik masyarakat Indonesia.

Musik adalah karya seni, yang tujuannya yang utama adalah untuk
dirasakan dan dinikmati. Karena itu, merasakan musik patut ditaruh
ditempat pertama, sedangkan pengetahuan musik, sekalipun juga perlu,
ditaruh ditempat kedua. Pembahasan kadang2 memang dibutuhkan untuk
membawa peminat kearah pengertian yang lebih mendalam.

Pengetahuan yang berlebihan hasil dari membaca literatur tidak
membuat, apalagi menjamin, orang menjadi penggemar/pencinta musik
seni (=klasik). Sebaliknya malah bisa membuat orang menjadi kritikus
musik yang pincang, subjetif dan berat-sebelah, tanpa kemampuan
menyelami dan menghayati keindahan musik itu sendiri, melainkan
meninjau musik dari luar sebagai salah satu unsur kebudayaan Eropa,
hingga bisa menimbulkan rasa antipati, bukannya simpati seperti yang
seharusnya misi yang dibawa oleh musik sebagai seni. Ini terutama
terjadi bila orang yang membawakannya memang anti kebudayaan barat.

Sesuai dengan kedua aspek dalam pemahaman musik diatas, tulisan saya
terbagi menjadi dua bagian: (a) memberikan dorongan dan/atau
bimbingan kepada para pembaca yang berminat untuk mengerti dan
memahami keindahan musik seni, dan (b) memberikan pandangan yang
benar atas seni musik dengan membahas dunia musik, dan dengan
demikian sekaligus juga meluruskan beberapa pandangan dari para
pembaca yang tidak terlalu tepat.

Dibawah ini tulisan saya dari bagian (b), yang sekaligus juga
menyambuti antara lain tulisan2 "QBIZ" (message 52840), "irmec" (no.
52984), "helsing744" (no. 53000), dan akhir2 ini, "lamaranku"
(message 53019), yang sengaja tidak saya tulis dalam bentuk respons
yang langsung. Tulisan bagian (a) saya postingkan secara terpisah,
sebab isinya sangat berlainan

Musik klasik sebenarnya adalah istilah yang salah kaprah, karena
hanya mencakup satu jaman yang amat pendek dalam sejarah seni musik,
yaitu periode dari Haydn s/d Mozart(1750-1825) [1]
http://cnx.rice.edu/content/m11606/latest/ Kutipan: But the
Classical period was actually a VERY SHORT ERA, basically the second
half of the eighteenth century. Only two Classical-period composers
are widely known: Mozart and Haydn.
Dipihak lain, orang awam menggunakan istilah **musik klasik** untuk
seluruh jenis musik seni, mulai dari musik baroque (Vivaldi, Bach),
melalui jaman klasik (Haydn, Mozart) dan jaman romantik (Beethoven,
Rachmaninoff), musik impresionis (Ravel, Debussy) s/d musik modern
dan KONTEMPORER (Shostakovich/1906-1975), Aaron Copland (1900-1990),
Philip Glass (1937-masih hidup)) [2]. Pembagian musik menurut
jamannya ini meluruskan pandangan sementara pembaca (dan banyak
orang awam lainnya) yang mengira bahwa tradisi Mozart sudah mati dan
dewasa ini tidak ada penerusnya. Jelas pendapat ini dibawakan oleh
orang awam yang tidak pernah menginjak ruangan konser. Dalam setiap
konser hari ini (bukan *konser* gereja) dan di-mana2 diseluruh
dunia, termasuk negara2 Asia seperti Jepang, Tiongkok dan Singapur,
acaranya selalu terdiri dari campuran berbagai jaman, biasanya
selalu ada dari jaman baroque dan/atau klasik, paling sedikit satu
komposisi besar (masterpiece) dari jaman romantik, dan satu dari
musik modern atau kontemporer. Musik KONTEMPORER yang dimaksud
disini (lihat referesi [2]) berlainan dari apa yang dimaksud oleh
*irmec* dalam message no. 52984, dan juga sedikit berbeda dengan apa
yang ditulis oleh sdr. QBIZ dalam message no.52840, hal mana akan
saya bahas paling belakangan sebab agak panjang.

Pendapat sementara pembaca, bahwa penyanyi2 populer seperti Elvis
Presley dan the Beatles 200 tahun yad bisa menjadi seperti Mozart
dan Beethoven, kiranya tidak benar. Musik seni yang urut2annya TIDAK
PERNAH TERPUTUS sampai hari ini adalah terdiri dari MASTERWORKS of
ART, hasil karya para MASTER dalam musik, yang hidup dalam jaman2
yang setara dan seiring dengan seni lukis, seperti pelukis2
renaisans (1400 – 1600) Leonardo da Vinci, Michelangelo,
Rembrandt, Rubens, pelukis baroque (1600 - 1750) Vermeer, pelukis2
impresionis Matisse, Degas dan Pissaro, pelukis post-impresionis van
Gogh (1853-1890) serta pelukis2 modern Picasso, Modigliani, dan
Wassily Kandinski (1866-1944). Penyanyi dan pemusik populer bisa
dipastikan tidak akan pernah mencapai kedudukan para masters, sebab
karya mereka tidak bisa dibilang masterwork of art. Sebagai
masterwork of art, seperti halnya dengan seni lukis, karya2 yang
disebut masterpiece dalam seni musik harus memenuhi beberapa syarat
yang tidak bisa ditawar, yaitu kecuali keindahan, tidak kurang
pentingnya adalah virtuositas (kemahiran teknik, baik teknik
komposisi maupun teknik permainan instrumen) dan dinamika.
Virtuositas ini amat penting, sebab sebuah karya musik yang tidak
menggunakan kemampuan main instrumen (atau kemampuan penyanyi) yang
maksimum (misalnya, pendidikan konservatorium) sudah barang tentu
tidak bisa digolongkan sebagai masterwork, sekalipun populer. Unsur
dinamika juga tidak kalah pentingnya buat sebuah masterwork of art.
Dalam senilukis contohnya adalah karya2 Rembrandt dan Bierstadt
(pelukis Amerika) yang berukuran raksasa. Tentu saja selalu ada
perkecualian, misalnya karya Leonardo da Vinci yang paling
termashur, Monalisa. Secara umum, sebuah masterpiece itu (biasanya)
harus monumental, artinya sebuah ciptaan besar yang standardnya
kira2 ½ jam atau lebih untuk, atau dengan iringan, orkes penuh,
seperti misalnya Simfoni, Konserto dan Opera. Dalam hal ini sebuah
overtur (10-15 menit) tidak bisa disebut masterpiece. Singkatnya,
sebuah masterwork of art itu harus memenuhi kriteria tersebut diatas
tadi, yaitu (a) indah, (b) virtuos, (c) berukuran besar dan memiliki
kehidupan yang berdiri sendiri, atau dengan perkataan lain,
monumental, yang secara keseluruhan menuntut keseimbangan yang
sempurna, hal mana hanya bisa dicapai melalui (d) dinamika yang
tinggi. Tanpa dinamika (yaitu perubahan yang cepat dari passage ke
passage), sebuah karya yang paling sedikit ½ jam itu akan sangat
MEMBOSANKAN. Perkecualian disini adalah Chopin, yang ciptaan2
kecilnya untuk piano solo, melulu berkat keindahannya maupun
kedalaman perasaannya, patut disetarakan dengan masterwork.
Sekalipun demikian, Chopin tetap berusaha memenuhi kriteria
masterwork ini, dan hasilnya adalah dua konserto pianonya (no.1
dalam E-minor opus 11 dan no.2 dalam F-minor opus 22) yang memang
benar2 melebihi ciptaan2nya yang lain dalam segala hal. Misalnya,
bagian kedua/tengah dari konsertonya yang no.2, tidak bisa diingkari
lagi adalah Nocturne yang paling indah dari Chopin.

Ada lagi orang yang berpendapat bahwa suatu karya besar harus
mengandung sesuatu yang baru, atau surprise, atau apa saja yang
dalam karya2 sebelumnya tidak ada. Pendapat ini juga keliru.
Sesuatu yang baru memang diperlukan untuk membuka suatu jaman yang
baru (seperti musik romantik dirintis oleh Beethoven, dan musik
impresionis dirintis oleh Debussy dan Ravel). Tetapi masterwork
tidak memerlukan unsur demikian. Karya2nya Mozart semuanya conform
dengan bentuk2 klasik yang diletakkan oleh Haydn. Tetapi sebagian
besar dari ke-600+ karyanya Mozart bisa disebut masterwork, sebab
memenuhi criteria (a) s/d (d). Dipihak lain, Viennese waltzes,
sekalipun sangat populer dalam abad ke-19, sampai membuat seluruh
Eropa ter-gila2, tidak bisa disebut masterwork of art, karena tidak
memenuhi syarat2 (a) s/d (d) yang tersebut diatas, hingga posisinya
dalam musik tidak secanggih apa yang disebut musik *klasik*. Contoh
lain lagi, jenis musik model baru yang disebut New Age music,
sekalipun menggunakan akkord2 yang khas dan baru, dan oleh
penggemarnya dirasakan sebagai indah, tetapi musik ini tidak
mengandung virtuositas maupun dinamika, dan lagipula jauh dari
monumental, hingga tidak bisa disebut masterwork dalam musik, dan
dengan demikian tidak bisa dimasukkan kedalam golongan musik seni
sebagai penerus dari tradisi Mozart. Salah satu ciri yang paling
khas dari masterwork adalah, setiap notnya adalah sempurna dan tidak
bisa diganti/diubah tanpa mengubah misi daripada musiknya. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap komponis adalah seorang master dalam
bidangnya, seperti halnya dengan para master dalam bidang
senilukis.

Dunia musik bisa dibagi dalam paling sedikit tiga bagian/kategori:
(a) musik seni, yang terdiri dari karya2 yang bertaraf masterwork,
yang sifatnya sekuler, tidak terbatas kepada etnik dan ras; (b)
musik hiburan populer, seperti yang dirintis oleh Hollywood ditahun2
1950-an; dan (c) musik rakyat, yang khas berkembang dalam masrakyat
setempat dan memiliki cirri2 yang khas dan unik (sampai dengan
exotic), misalnya musik gypsy, musik Mariachi dari Mexico,
keroncong, gambang-kromong dan dangdut. Di-tahun2 1950-an Hollywood
mengintroduksikan semacam musik model baru yang bisa dinikmati oleh
sebagian besar sekali masyarakat justru karena sederhana dan mudah
dimainkan, hingga boleh dikata setiap orang bisa (ikut) main dan
menyanyi (jadi jelas tidak memenuhi criteria masterwork). Sebelum
itu, masyarakat hanya bisa menonton, tapi tidak bisa ikut serta,
sebab musiknya masih terlalu sulit untuk orang awam. Musik populer
ala Hollywood ini berkembang terus sampai hari ini, dan musiknyapun
tidak lagi sesederhana dan segampang ditahun 1950-an. Tetapi biar
bagaimanapun, musik2 macam ini masih sangat jauh dari apa yang
disebut masterwork of art, hingga sama sekali tidak bisa dianggap
sebagai ahli-warisnya Mozart. Masih dalam hubungan dengan
Hollywood, musik pengiring film/movie banyak mengambil unsur2 dari
musik klasik. Bahkan dalam masa lampau sering memasukkan tema2 dan
bagian2 dari musik klasik yang terkenal. Tetapi sekali lagi, musik
pengiring film/movie tidak sanggup berdiri sendiri (tidak memenuhi
syarat monumental), sebab tanpa movienya, musik itu tidak berarti
apa2. Jadi, musik pengiring movie pun tidak bisa disebut sebagai
ahli warisnya Mozart.

Sudah sejak tahun2 1930-an ada banyak seniman2 musik yang berpindah
dari musik klasik masuk kedunia musik Hollywood, misalnya Erich
Wolfgang Korngold (komponis) [3] dan Leopold Stokowski
(conductor/dirigen). Dijaman itu, pindah dari musik klasik ke
Hollywood semata2 demi **mencari makan** (dewasa ini sebaiknya
disebut: bisnis yang lebih lukratif) dipandang sebagai perbuatan
yang amat buruk, sebab dianggap mengorbankan nilai seni demi uang.
Tetapi lambat laun tentangan dari para idealis semakin berkurang
(idealis pun perlu uang). Seiring dengan berkurangnya tentangan
dari para idealis, kualitas musik Hollywood juga ikut naik, sebab
banyak komponis2 musik klasik akhirnya juga ikut2an menciptakan
musik buat film, antara lain Shostakovich dengan Romancenya yang
termashur dari film *Gadfly*. Dipihak lain, para komponis musik
hiburan/populer pun belajar teori musik dengan tekun, hingga
kualitas musik mereka, dan dengan demikian juga musik Hollywood,
juga ikut naik. Jadi, dalam musik2 film/movie ini maka kedua
golongan musikus ini, klasik dan hiburan/populer, akhirnya berpadu
dan saling berjalin. Dalam hubungan ini, nama2 yang disebut oleh
QBIZ dalam tulisannya message no.52840 kebanyakan terdiri dari
mereka yang memulai kariernya sebagai pemusik populer/hiburan.
Dipihak lain, mereka yang mulai dari musik klasik sebagai ahli waris
dari Mozart dan Beethoven nama2nya bisa dibaca di referensi [2],
yang bisa saya tambahi lagi dengan komponis2 termashur seperti Anton
von Webern (1883-1945), Arnold Schoenberg (1874-1951), Richard
Strauss (1864-1949), George Enescu (1881-1955) dan Philip Glass
(1937–masih hidup).

Sekalipun demikian, diantara kedua golongan komponis ini masih ada
perbedaan, jika ditinjau dari syarat2 masterwork yang tersebut
diatas tadi. Misalnya, **Phantom of the Opera** gubahan Andrew
LLoyd Webber sebenarnya BUKAN OPERA, dan sampai hari ini tidak
diterima sebagai opera, melainkan jenis **musical** seperti **My
Fair Lady** dan sebangsanya. Buktinya sangat jelas dan gamblang,
**Phantom of the Opera** mainnya di Broadway, dan belum pernah main
di gedung opera Metropolitan di New York City, tempat dimana opera
dan konser diselenggarakan. Bahkan di Carnegie Hall (yang dalam hal
tingkat masih dibawahnya Metropolitan/Lincoln Center) saja belum
pernah. Gubahan2 Webber dan John Williams sebenarnya tidak bisa
dimasukkan dalam kategori musik klasik penerus dari tradisi Mozart &
Beethoven, sebab tidak memenuhi criteria (a) sampai (d) diatas (ini
bisa juga dilihat dari gayanya Williams sebagai dirigen orkes) .
Namun, seperti yang saya katakan dimuka, dewasa ini pengaruh uang
sudah demikian besarnya hingga kedua golongan komponis yang asal-
mulanya berangkat dari kategori yang berbeda ini sekarang menjadi
susah dibedakan. Dalam hal Webber dan Williams, nilai musik mereka
masih bisa gampang dibedakan, yaitu dari fakta bahwa karya2 mereka
BELUM PERNAH MASUK DALAM ACARA KONSER dimanapun diseluruh dunia
(yang umumnya berkiblat ke Vienna). Komponis Tiongkok Tan Dun
kiranya disini merupakan perkecualian, sebab sekalipun ia berangkat
dari landasan movie, karya2nya rupanya dianggap cukup bermutu
[memenuhi kriteria (a)-(d)] hingga ciptaan2 nya bisa dimainkan
antara lain diruang konser Eropa (Berlin dan Vienna) dan pantai
barat Amerika. Sepanjang pengetahuan saya, Tan Dun belum pernah
dimainkan dalam konser2 dipantai timur (New York, Washington,
Baltimore, dsbnya), yang memang lebih konservatif dalam penilaian
musiknya (yang paling konservatif tentunya adalah
Metropolitan/Lincoln Center di New York City, yang juga merupakan
institusi musik yang paling top dan berwibawa diseluruh Amerika).
Saya pribadi belum pernah mendengar ciptaan Tan Dun, hingga saya
tidak berani memberikan penilaian. Tetapi, menengok bahwa
ciptaan2nya bisa dimainkan di Eropa, saya kira Tan Dun memenuhi
kriteria (a)-(d) diatas, sebab biasanya Eropa adalah yang paling
keras dalam menjaga nilai.

Sebagai akhir kata, teknologi musik elektronik memang bisa membantu
dalam musik populer dan hiburan, bahkan barangkali juga musik
rakyat, tetapi tidak mungkin menggantikan kemahiran seorang soloist,
apalagi soloist biola. Dengan demikian, musik hasil teknologi
tidak memenuhi salah satu kriteria musik sebagai masterwork of art,
yaitu virtuositas.

0 komentar: